Tag Archives: anak

Asosiasi Pemberdayaan Perempuan dengan Diare pada Anak Balita di Indonesia (Association between women’s empowerment and diarrhea in children under two years in Indonesia)

Sitasi: Astutik, E., Efendi, F., Sebayang, S. K., Hadisuyatmana, S., Has, E. M. M., & Kuswanto, H. (2020). Association between women’s empowerment and diarrhea in children under two years in Indonesia. Children and Youth Services Review, 105004.

Kematian anak usia dini disebabkan oleh penyakit yang dapat dicegah dan diobati seperti diare. Pemberdayaan perempuan harus dipandang sebagai komponen yang sangat kritis karena umumnya terkait dengan status kesehatan ibu dan anak, pemanfaatan pelayanan kesehatan dan penyerapan pelayanan kesehatan anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemberdayaan perempuan dengan diare pada balita di Indonesia. Kami mengekstrak data dari dataset Survei Kesehatan Demografi Indonesia (SDKI) 2017 untuk mengevaluasi hubungan antara pemberdayaan perempuan dan insiden diare. Data dari 5.526 ibu anak di bawah dua tahun dianalisis. Faktor anak, faktor ibu dan ayah, faktor rumah tangga dan faktor akses ke perawatan kesehatan adalah kovariat yang diteliti. Kami menggunakan analisis komponen utama (PCA) untuk membuat empat komponen pemberdayaan (Partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, sikap terhadap pemukulan istri, pengambilan keputusan dan tingkat pengetahuan). Regresi logistik multivariat digunakan untuk menganalisis hubungan pemberdayaan perempuan dengan riwayat diare pada anak. Di antara anak-anak, 17% pernah mengalami diare baru-baru ini. Anak dari ibu dengan sikap sedang terhadap pemukulan terhadap istri memiliki kemungkinan 29% lebih rendah (AOR = 0.71; CI 95% = 0.55–0.90, p = 0.01) lebih rendah untuk mengalami diare akhir-akhir ini dibandingkan dengan ibu dengan sikap buruk terhadap pemukulan terhadap istri. . Anak dari ibu dengan sikap yang baik terhadap pemukulan terhadap istri memiliki kemungkinan 24% (AOR = 0.76; CI 95% = 0.60–0.97, p = 0.03) lebih rendah untuk mengalami diare akhir-akhir ini dibandingkan dengan ibu dengan sikap yang buruk terhadap pemukulan terhadap istri. . Anak-anak dari wanita dengan tingkat pengetahuan yang baik memiliki kemungkinan 29% (AOR = 0.71; CI 95% = 0.55-0.92, p = 0.01) lebih rendah untuk mengalami diare baru-baru ini dibandingkan dengan wanita dengan tingkat pengetahuan yang buruk. Pemberdayaan perempuan masih menjadi indikator penting untuk mengurangi kejadian diare, terutama tingkat pengetahuan dan sikap perempuan terhadap komponen pemukulan istri. Meningkatkan tingkat pengetahuan perempuan dan sikap yang baik terhadap pemukulan istri di masyarakat akan menjadi cara yang baik untuk membantu meningkatkan kesehatan anak terkait dengan diare. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan bersama di tingkat keluarga untuk meningkatkan kesehatan anak-anaknya.

Determinan diare pada anak di bawah dua tahun di Indonesia (Determinants of diarrhea among children under two years old in Indonesia)

Sitasi: Santika, N. K. A., Efendi, F., Rachmawati, P. D., Has, E. M. M. A., Kusnanto, K., & Astutik, E. (2020). Determinants of diarrhea among children under two years old in Indonesia. Children and Youth Services Review111, 104838.

Pendahuluan: Diare pada anak di bawah dua tahun masih menjadi tantangan besar bagi pemerintah Indonesia karena terkait dengan kasus yang fatal. Diare dapat disebabkan oleh faktor-faktor seperti sosio-demografi, lingkungan, dan perilaku perilaku pengasuhan anak. Penelitian ini bertujuan untuk menilai faktor-faktor terkait penyakit diare pada anak di bawah dua tahun di Indonesia. Metode: Data cross-sectional diperoleh dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 yang digunakan untuk penelitian. Sebanyak 5.858 anak, usia 0–23 bulan dan yang tinggal bersama ibunya, dipilih untuk penelitian ini. Regresi logistik biner digunakan untuk menguji determinan diare. Hasil: Prevalensi diare pada balita Indonesia di bawah dua tahun adalah 17,16%. Usia ibu [AOR = 1,63; 95% CI = 1,28–2,08], pendidikan ibu [AOR = 1,80; 95% CI = 1,35–2,40], jenis toilet [AOR = 1,40; 95% CI = 1,14–1,72], menyusui non-eksklusif [AOR = 3,30; 95% CI = 2.32–4.69], dan memberi makan dari botol [AOR = 1.21; 95% CI = 1.02–1.45] semuanya secara signifikan terkait dengan kejadian diare. Kesimpulan: Karakteristik sosio-demografi, lingkungan, perilaku dan praktik pengasuhan anak berhubungan dengan diare pada anak di bawah dua tahun di Indonesia. Studi ini menyoroti perlunya perbaikan lingkungan dan perilaku sehat untuk mengurangi angka kasus diare. Peningkatan kesadaran ibu melalui penyuluhan dan promosi kesehatan tentang manfaat esensial ASI tidak dapat dihindari. Praktik kebersihan harus dipromosikan di tingkat rumah tangga bagi mereka yang merawat anak kecil.

Determinan pemberian ASI yang sesuai usia, keragaman pola makan, dan konsumsi pangan hewani pada anak Indonesia (Determinants of age-appropriate breastfeeding, dietary diversity, and consumption of animal source foods among Indonesian children)

Sitasi: Sebayang, S. K., Dibley, M. J., Astutik, E., Efendi, F., Kelly, P. J., & Li, M. (2020). Determinants of age?appropriate breastfeeding, dietary diversity, and consumption of animal source foods among Indonesian children. Maternal & child nutrition16(1), e12889.

Praktik pemberian makan anak global masih kurang optimal. Dalam studi ini, kami menilai determinan dari pemberian ASI yang tidak sesuai usia, keragaman diet, dan konsumsi 3+ jenis makanan sumber hewani (ASF) menggunakan 11.687 observasi dari data gabungan dari Survei Kesehatan Demografi Indonesia tahun 2012 dan 2017. Kami menggunakan linier dan regresi logistik setelah menyesuaikan dengan desain pengambilan sampel yang kompleks. Usia dan kualitas perawatan antenatal (ANC) anak dikaitkan dengan semua hasil. Status sosial-ekonomi dan partisipasi angkatan kerja berhubungan positif dengan skor keanekaragaman makanan yang lebih tinggi, konsumsi ASF, dan pemberian ASI yang tidak sesuai usia. Lebih banyak kunjungan ANC dan konsultasi di ANC dikaitkan dengan lebih banyak keragaman makanan. Tingkat pengetahuan wanita yang lebih tinggi dikaitkan dengan lebih banyak keragaman makanan dan lebih banyak mengonsumsi ASF. Dibandingkan dengan Indonesia bagian barat, lebih banyak anak di Indonesia bagian timur yang diberi ASI tidak sesuai usia dan memiliki keragaman makanan yang lebih rendah. Pemerintah Indonesia perlu mengembangkan program untuk meningkatkan pemberian makan anak, khususnya di kawasan timur Indonesia, dengan fokus pada peningkatan keragaman makanan dan konsumsi ASF di rumah tangga yang lebih miskin dan pada perpanjangan pemberian ASI di rumah tangga yang lebih kaya. Partisipasi angkatan kerja perempuan harus didorong, tetapi program untuk ibu yang bekerja juga diperlukan untuk mendukung kelanjutan menyusui dan memeras ASI. ANC dan program pasca melahirkan membutuhkan sesi konsultasi yang lebih baik untuk pemberian makan anak.