Tag Archives: DBD

Dukungan sosial dan korelasinya dengan perilaku “3M plus” dalam pencegahan penyakit demam berdarah dengue (Social support and its correlation with “3M plus” behavior in the prevention of dengue hemorrhagic fever)

Sitasi: Ananta, L. K., Efendi, F., Makhfudli, E. M. M. H., & Aurizki, G. E. (2019). Social Support and its Correlation with “3M Plus” Behavior in the Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever. Indian Journal of Public Health Research & Development10(8), 2681-2685.

Kejadian demam berdarah dengue sedikit meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu faktornya adalah menurunnya perilaku bak mandi “3M Plus” secara teratur, menutup wadah air, mengubur sampah di tanah, ditambah upaya pencegahan lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara dukungan sosial dengan ” Perilaku 3M Plus ”dalam pencegahan demam berdarah dengue. Penelitian menggunakan metode korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Sampel penelitian adalah 51 ibu rumah tangga di Surabaya. Variabel bebasnya adalah dukungan sosial, sedangkan variabel terikatnya adalah perilaku “3M Plus” Pengumpulan data menggunakan kuesioner Skala Penyediaan Sosial dan kuesioner perilaku “3M Plus” dan dianalisis menggunakan korelasi rank Spearman dengan ? <0,05. Hubungan positif yang erat ditemukan antara dukungan sosial dengan perilaku sebagai p = 0,01 dan koefisien korelasi r = 0,517. Temuan menunjukkan bahwa dukungan tokoh masyarakat sangat terkait dengan perilaku masyarakat “3M Plus”. Pemerintah harus melibatkan, memberdayakan, dan mendorong tokoh masyarakat untuk aktif dalam penanggulangan demam berdarah dengue.

PEMBERDAYAAN SISWA PEMANTAU JENTIK (WAMANTIK) SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DEMAM BERDARAH DENGUE

Wamantik merupakan siswa pemantau jentik yang memiliki peran melakukan kegiatan surveilans, preventif serta promotif. Peran surveilans yang dilakukan meliputi identifikasi tempat sarang nyamuk, menghitung jumlah jentik dan jumlah kontainer. Peran preventif yang dilakukan adalah siswa dilatih untuk memahami pentingnya gerakan 3M dan mampu mengaplikasikan di lingkungan rumah khususnya dan lingkungan sekolah pada umumnya. Peran selanjutnya adalah peran promotif yang sesuai dengan tujuan pendidikan kesehatan dimana diharapkan siswa mampu melakukan promosi baik di keluarga, masyarakat dan sekolah akan bahaya serta pencegahan DBD. Fokus dari kegiatan ini adalah menanamkan sejak dini kepada para siswa mengenai bahaya DBD. Oleh karena itu pendidikan kesehatan mengenai DBD diberikan sebagai upaya awal meningkatkan pengetahuan mereka akan penyakit berbahaya ini. Kegiatan ini ditindaklanjuti dengan kegiatan pencarian jentik dan identifikasi kontainer sehingga dapat dihitung angka kontainer indeks untuk menentukan angka bebas jentik (ABJ). Siswa juga dilatih untuk melakukan gerakan 3M yang baik dan benar sebagai upaya efektif mencegah penyebaran nyamuk Aedes aegypti. Pada penelitian ini diukur tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan. Hasil uji t berpasangan menunjukkan nilai p=0,000 sehingga didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan. Angka bebas jentik yang semula 7% dapat ditingkatkan menjadi 96% pada akhir pelatihan. ABJ yang meningkat dapat memutus siklus hidup nyamuk sehingga kepadatan populasi serta regenerasi nyamuk akan berkurang. Dalam jangka panjang hal ini diharapkan mampu mencegah KLB DBD. Penerapan wamantik berbasis sekolah perlu diterapkan di Indonesia sebagai upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas DBD.

More: https://figshare.com/articles/PEMBERDAYAAN_SISWA_PEMANTAU_JENTIK_WAMANTIK_SEBAGAI_UPAYA_PENCEGAHAN_KEJADIAN_LUAR_BIASA_KLB_DEMAM_BERDARAH_DENGUE/5371642

[gview file=”http://komunitassehat.com/wp-content/uploads/2017/10/PEMBERDAYAAN_SISWA_PEMANTAU_JENTIK_WAMANTIK_SEBAGA.pdf”]

Vektor DBD

Terjadinya penularan virus Dengue tidak dapat dilepaskan dari keberadaan vektornya, karena tanpa adanya vektor tidak akan terjadi penularan. Ada beberapa vektor yang dapat menularkan virus Dengue tetapi yang dianggap vektor penting dalam penularan virus ini adalah nyamuk Aedes aegypti (Gambar 2.4) walaupun di beberapa negara lain Aedes albopictus cukup penting pula peranannya seperti hasil penelitian yang pernah dilakukan di pulau Mahu Republik Seychelles (Metsellar, 1997). Untuk daerah urban Aedes albopictus ini kurang penting peranannya (Luft,1996). Selain kedua spesies ini masih ada beberapa spesies dari nyamuk Aedes yang bisa bertindak sebagai vektor untuk virus Dengue seperti Aedes rotumae, Aedes cooki dan lain-lain. Sub famili nyamuk Aedes ini adalah Culicinae, Famili Culicidae, sub Ordo Nematocera dan termasuk Ordo diptera (WHO, 2004).
Untuk genus Aedes ciri khasnya bentuk abdomen nyamuk betina yang lancip ujungnya dan memiliki cerci yang lebih panjang dari cerci nyamuk lainnya. Nyamuk dewasa mempunyai ciri pada tubuhnya yang berwarna hitam mempunyai bercak-bercak putih keperakan atau putih kekuningan, dibagian dorsal dari thorak terdapat bercak yang khas berupa 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya. Aedes albopictus tidak mempunyai garis melengkung pada thoraknya. Larva Aedes mempunyai bentuk siphon yang tidak langsing dan hanya memiliki satu pasang hair tuft serta pecten yang tumbuh tidak sempurna dan posisi larva Aedes pada air biasanya membentuk sudut pada permukaan atas. Nyamuk betina meletakkan telurnya di atas permukaan air dalam keadaan menempel pada dinding tempat perindukannya. Telur Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan membentuk bangunan menyerupai gambaran kain kasa. Seekor nyamuk betina dapat meletakkan rata-rata sebanyak 100 butir telur tiap kali bertelur. Pertumbuhan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu kira-kira 9 hari (Srisasi G et al., 2000).
Semua tempat penyimpanan air bersih yang tenang dapat menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes misalnya gentong air murni, kaleng kosong berisi air hujan, bak kamar mandi atau pada lipatan dan lekukan daun yang berisi air hujan, vas bunga berisi air dan lain-lain. Nyamuk Aedes aegypti lebih banyak ditemukan berkembang biak pada kontainer yang ada dalam rumah. Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari dan umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 2 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1,5 bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara sekelilingnya (Biswas et al., 1997). Nyamuk dewasa betina mengisap darah manusia pada siang hari yang dilakukan baik di dalam rumah ataupun luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00) dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00) (Srisasi G et al., 2000).
Nyamuk Aedes aegypti lebih senang mencari mangsa di dalam rumah dan sekitarnya pada tempat yang terlindung atau tertutup. Hal ini agak berbeda dengan Aedes albopictus yang sering dijumpai diluar rumah dan menyukai genangan air alami yang terdapat di luar rumah misalnya potongan bambu pagar, tempurung kelapa, lubang pohon yang berisi air (Allan, 1998). Tempat peristirahatan nyamuk Aedes aegypti berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di halaman/kebun/pekarangan rumah, juga berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah dan lain sebagainya (Srisasi G et al., 2000).
Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah tropis dan subtropis yang terletak antara 35º lintang utara dan 35º lintang selatan. Selain itu Aedes aegypti jarang ditemukan pada ketinggian lebih dari 1.000 m. Tetapi di India pernah ditemukan pada ketinggian 2.121 m dan di California 2.400 m. Nyamuk ini mampu hidup pada temperatur 8ºC-37ºC. Aedes aegypti bersifat Anthropophilic dan sering tinggal di dalam rumah (WHO, 1997). Kemampuan terbang nyamuk betina bisa mencapai 2 km tetapi kemampuan normalnya kira-kira 40 meter. Nyamuk Aedes mempunyai kebiasaan menggigit berulang (multiple bitters) yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Hal ini disebabkan karena nyamuk Aedes aegypti sangat sensitif dan mudah terganggu. Keadaan ini sangat membantu Aedes aegypti dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus sehingga dilaporkan adanya beberapa penderita DBD di dalam satu rumah (Depkes, 2004).
Bila nyamuk Aedes menghisap darah manusia yang sedang mengalami viremia, maka nyamuk tersebut terinfeksi oleh virus Dengue dan sekali menjadi nyamuk yang infektif maka akan infektif selamanya (Putman JL dan Scott TW., 1996). Selain itu nyamuk betina yang terinfeksi dapat menularkan virus ini pada generasi selanjutnya lewat ovariumnya tapi hal ini jarang terjadi dan tidak banyak berperan dalam penularan pada manusia. Virus yang masuk dalam tubuh nyamuk membutuhkan waktu 8-10 hari untuk menjadi nyamuk infektif bagi manusia dan masa tersebut dikenal sebagai masa inkubasi eksternal (WHO, 1997).
Memonitor kepadatan populasi Aedes aegypti merupakan hal yang penting dalam mengevaluasi adanya ancaman penyakit Demam Berdarah Dengue di suatu daerah dan pengukuran kepadatan populasi nyamuk yang belum dewasa dilakukan dengan cara pemeriksaan tempat-tempat perindukan di dalam dan luar rumah. Ada 3 angka indeks yang perlu diketahui yaitu indeks rumah, indeks kontainer dan indeks Breteau (Srisari G et al., 2000). Indeks Breteau adalah jumlah kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti dalam 100 rumah yang diperiksa. Indeks Breteau merupakan indikator terbaik untuk menyatakan kepadatan nyamuk, sedangkan indeks rumah menunjukkan luas persebaran nyamuk dalam masyarakat. Indeks rumah adalah prosentase rumah ditemukannya larva Aedes aegypti. Indeks kontainer adalah prosentase kontainer yang positif dengan larva Aedes aegypti. Penelitian dari Bancroft pada tahun 1906 memberi dasar kuat untuk mempertimbangkan Aedes aegypti sebagai vektor dengan cara menginfeksi 2 sukarelawan di daerah tempat terjadinya infeksi alamiah. Dasar ini didukung pula dengan hasil penelitian Cleland dan kawan-kawan tahun 1917, juga penelitian dari Jupp tahun 1993 di Afrika Selatan yang menyatakan populasi Aedes aegypti paling besar potensinya sebagai vektor untuk virus DEN-1 dan DEN-2 (WHO, 2002).