Pada tahun 2013, Bappenas dan beberapa perguruan tinggi di Indonesia telah menyelenggarakan Call for Paper yang dilanjutkan dengan Konferensi Kebijakan Pembangunan Nasional
dalam rangka memberikan masukan untuk penyusunan RPJMN 2015-2019. Atas dasar pengembangan perencanaan ke depan yang lebih baik, maka Bappenas dan beberapa perguruan tinggi berencana mengadakan Call for Paper untuk kedua kalinya, dan dilanjutkan dengan konferensi dengan tema besar “Implementing NawaCita: Strategies and Policies” pada bulan Agustus 2015 mendatang. Berbeda dengan konferensi tahun 2013, untuk konferensi 2015 ini cakupan diperluas hingga tingkat internasional.
Acuan Call for Paper dan konferensi ini mengacu pada identifikasi Pemerintah Jokowi-JK atas beberapa permasalahan pembangunan yang belum terselesaikan hingga saat ini, yaitu (i) Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan keuntungannya sebagai negara maritim; dan memperbaiki manajemen kelautan untuk kepentingan rakyat; (ii) sebagai negara demokrasi membutuhkan penguatan kelembagaan melalui tata kelola pemerintahan baik; dan pemberantasan korupsi; (iii) kesenjangan pembangunan antar wilayah; kota dan perdesaan; (iv) rendahnya pemberdayaan untuk sektor sektor strategis pada perekonomian domestik. Solusi yang diusulkan untuk keempat aspek tersebut diterjemahkan dalam sembilan agenda prioritas, yang disebut dengan NawaCita. Meskipun arah kebijakan Nawacita sudah jelas, namun masih terlalu umum untuk menuju terbentuknya kebijakan pembangunan yang dapat langsung diimplementasikan.
Saat ini seluruh aparat pemerintah berusaha untuk menerjemahkan NawaCita agar dapat diimplementasikan dalam kebijakan dan program. Tentunya proses ini menghadapi tantangan yang kuat dikarenakan terbatasnya sumberdaya pemerintah, dan terdapatnya kebutuhan untuk mengalokasikan sumberdaya tersebut. Implementasi yang baik untuk terwujudnya kebijakan dan program tersebut membutuhkan efisiensi dan efektifitas biaya.
Efisiensi berarti kebijakan dan program yang dilaksanakan perlu memberi banyak manfaat positif bagi masyarakat. Efektifitas biaya mempunyai arti bahwa setiap target yang efektif harus sesuai dengan belanja minimum yang digunakan. Kedua hal tersebut merupakan tantangan besar bagi pemerintahan saat ini.
Sebagian besar masalah pembangunan yang diidentifikasi tersebut telah menjadi perhatian bagi pemerintahan sebelumnya (SBY). Namun, pemerintahan saat ini (Jokowi-JK) menempatkan hal tersebut merupakan prioritas yang mendesak untuk diselesaikan.
Karakteristik lain dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah bagaimana prioritas pembangunan tersebut untuk diselesaikan. Melihat latar belakang Jokowi-JK dan juga anggota kabinetnya, terdapat sinyal yang jelas bahwa aksi nyata akan mendominasikonsep. Tidaklah mengherankan jika kabinet saat ini dinamakan Kabinet Kerja. Sehingga, kita dapat mengekspektasikan bahwa setiap rekomendasi yang diberikan kepada pemerintahan yang bersifat dapat diimplementasikan akan lebih mudah diterima dibandingkan rekomendasi yang bersifat konseptual.
Best Practices (praktek terbaik) merupakan ide sederhana yang sudah terbukti secara nyata dapat dikerjakan. Majelis Umum PBB, mendefinisikan Best Practices sebagai inisiatif yang dapat memberikan sumbangan yang luar biasa untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Secara spesifik, Majelis Umum PBB mendefinisikan Best Practices dapat menjadi inisiatif yang sukses jika (i) mempunyai dampak nyata pada peningkatan kualitas hidup masyarakat (ii) menghasilkan kerjasama yang efektif antara masyarakat umum, swasta dan sipil (iii) secara sosial, ekonomi dan lingkungan dapat diimplementasikan secara berkelanjutan.
Selanjutnya, Best Practices tidak hanya akan berkontribusi besar dalam pembuatan kebijakan, namun juga akan bertambahnya rasa memiliki masyarakat dalam kebijakan dan program yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini tentunya akan dapat menciptakan dukungan masyarakat, dan juga dukungan politik yang dibutuhkan dalam konsteks sistem politik saat ini.
More info: http://call-for-papers.bappenas.go.id/