Research centre REACH

Hubungan Maskulinitas dengan Perilaku Merokok pada Remaja di Surabaya (The Correlation between masculinity and smoking behavior among adolescent in Surabaya)

Sitasi: Hadisuyatmana, S., Prayudha, A. K. S. L., Indarwati, R., & Efendi, F. (2009). The Correlation between Masculinity and Smoking Behavior among Adolescent in Surabaya.

Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku kesehatan berisiko yang dianut oleh remaja di Indonesia. Perilaku tersebut umumnya dikenal sebagai maskulin di kalangan remaja pria. Label identitas laki-laki yang disebut maskulinitas mempengaruhi kondisi ini. Penelitian ini mengkaji tentang hubungan antara maskulinitas sebagai ideologi, norma maskulinitas, dan konflik peran gender serta hubungannya dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki yang tinggal di Surabaya. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif korelatif dengan melibatkan 314 remaja laki-laki usia 15-18 tahun di Surabaya sebagai partisipan. Kami menggunakan analisis univariat untuk mengidentifikasi prediktor, termasuk ideologi maskulinitas (MNRI-SF), norma maskulinitas (CMNI-46), dan konflik peran gender (GRCS-I); dan variabel terikat: perilaku merokok remaja laki-laki. Data dikumpulkan secara elektronik, mengikuti persetujuan tertulis yang dibebaskan. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui masing-masing kuesioner prediktor dan variabel dependen menggunakan chi-square dengan tingkat signifikansi p <0,05. Remaja sebagai partisipan dalam penelitian ini memiliki tingkat maskulinitas ideologis yang rendah, norma maskulinitas yang tinggi dan konflik peran gender dalam kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ideologi maskulinitas, norma maskulinitas, dan konflik peran gender berhubungan positif dengan perilaku merokok (p = 0,001, p = 0,029, dan p = 0,001). Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku merokok dikonstruksikan sebagai elemen gagasan maskulinitas dalam perspektif remaja laki-laki di Surabaya, meskipun sudah ada peringatan untuk mencegah peredaran produk tembakau kepada remaja. Oleh karena itu, studi ini merekomendasikan perlunya reinvention seputar peredaran produk tembakau agar tidak melibatkan kaum muda.

Keterkaitan insomnia dengan penggunaan situs jejaring sosial pada remaja Indonesia (Association between insomnia and social network site use in Indonesian adolescents)

Sitasi: Nursalam, N., Octavia, M., Tristiana, R. D., & Efendi, F. (2019, April). Association between insomnia and social network site use in Indonesian adolescents. In Nursing forum (Vol. 54, No. 2, pp. 149-156).

Tujuan: Kurang tidur dapat menyebabkan masalah fisik dan mental yang serius. Meski kurang tidur di kalangan remaja bukanlah fenomena baru, masalah ini belakangan semakin mendapat perhatian karena seringnya penggunaan smartphone. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan dukungan keluarga, stres akademik, penggunaan situs jejaring sosial (SNS), dan insomnia pada remaja. Metode: Penelitian cross-sectional ini melibatkan 180 remaja usia 16-17 tahun, dengan simple random sampling. Penelitian ini menggunakan kuesioner yang meliputi frekuensi dan durasi penggunaan media sosial, alasan penggunaan media sosial, dukungan keluarga, stres akademik, dan insomnia. Analisis data menggunakan regresi logistik berganda dengan derajat signifikansi pada P <0,05. Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa insomnia dikaitkan dengan durasi penggunaan SNS (P = 0,011), alasan penggunaan SNS (P = 0,004), dan stres akademik (P = 0,013). Frekuensi penggunaan SNS (P = 0,645), jenis SNS (P = 0,965), dan dukungan keluarga (P = 0,150) tidak berhubungan dengan insomnia pada remaja. Kesimpulan: Alasan penggunaan SNS, durasi penggunaan SNS, dan stres akademik merupakan faktor utama yang berhubungan dengan insomnia pada remaja. Komponen ini harus tertanam dalam intervensi pendidikan multikomponen yang ditujukan kepada remaja dan orang tua untuk mengurangi insomnia.

Prevalensi dan korelasi perundungan di kalangan remaja di Indonesia: Hasil Survei Kesehatan Siswa Berbasis Sekolah Global 2015 (Prevalence and correlates of being bullied among adolescents in Indonesia: Results from the 2015 Global School-based Student Health Survey)

Sitasi: Yusuf, A., Habibie, A. N., Efendi, F., Kurnia, I. D., & Kurniati, A. (2019). Prevalence and correlates of being bullied among adolescents in Indonesia: Results from the 2015 Global School-based Student Health Survey. International journal of adolescent medicine and health1(ahead-of-print).

Kekerasan terhadap remaja memang lazim di dunia, namun masalah ini terabaikan terutama di negara berkembang. Bullying di kalangan remaja berdampak negatif terhadap korban dalam kaitannya dengan status kesehatan emosional, fisik, sosial dan secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan untuk memahami bullying dan faktor-faktor terkait pada remaja sekolah di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross-sectional. Data diperoleh dari Survei Kesehatan Berbasis Sekolah Global Indonesia (GSHS) 2015. Sebanyak 9.969 remaja di sekolah dipilih dengan metode probabilitas proporsional dengan ukuran dan sampling sistematis. Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, perilaku merokok, konsumsi alkohol, teman dekat dan perasaan kesepian. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner GSHS 2015. Analisis chi-square (?2) dan uji regresi logistik ganda dilakukan untuk mengetahui signifikansi masing-masing variabel. Sebanyak 19,9% remaja di sekolah Indonesia menjadi korban bullying. Menjadi korban bullying dikaitkan dengan usia ?14 tahun [rasio odds yang disesuaikan (AOR) 1,30, interval kepercayaan 95% (CI) 1,17-1,45], menjadi laki-laki (AOR 1,43, 95% CI 1,28-1,59), menjadi perokok (AOR 1,46 , 95% CI 1.23-1.73), mengkonsumsi alkohol (AOR 2.07, 95% CI 1.64-2.62), tidak memiliki teman dekat (AOR 1.27, 95% CI 0.95-1.70) dan merasa kesepian (AOR 2.29, 95% CI 2.05- 2.55). Remaja sekolah di Indonesia melaporkan prevalensi yang relatif tinggi pernah mengalami perundungan. Di-bully terkait dengan berbagai faktor tergantung pada faktor pribadi dan lingkungan. Perhatian komunitas sekolah dan profesional kesehatan terhadap remaja harus disadarkan dan masalah ini dibahas, mengembangkan strategi dan meminimalkan efek negatif pada remaja. Pembuat kebijakan perlu mempertimbangkan untuk mengembangkan platform sosial di kalangan remaja untuk memfasilitasi interaksi siswa.

× How can I help you?