Research centre REACH

Jadi Perawat?… Ogah..ah!!!!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp
Oleh :
Siswanto M. Muhammad
(Ketua Umum INNA-Kuwait)

Ada suatu fenomena yang menarik dalam “Ruang Keperawatan Indonesia”, Judul diatas adalah sebuah jawaban yang sering akan kita dapatkan ketika pertanyaan itu akan kita tanyakan kepada masyarakat secara umum.

Mereka akan dengan bangganya menyampaikan jawaban : “YA” ketika mereka di beri tawaran untuk melanjutkan study pada peminatan yang masih di anggap berada pada level yang tinggi di kalangan masayarakat Indonesia seperti : (ekonomi, tekhnik, hukum, kedokteran dsb). Tapi mereka akan mereka akan dengan cepat mengelengkan kepala dengan jawaban ?GAH-AH”ketika mereka di Tanya tentang kesempatan untuk melanjutkan di peminatan “KEPERAWATAN".

Hal ini terjadi karena adanya suatu pemahaman yang salah dan keliru tentang “Perawat dan Keperawatan”di lingkup masyarakat Indonesia secara umum sehingga mengakibatkan perilaku tidak tertarik untuk menekuni apalagi memilih profesi perawat.

Yang lebih menarik lagi, ketika seorang mahasiswa keperawatan telah memulai suatu proses pembelajaran, ada perasaan penyesalan “Terbersit”dalam hati mereka karena persepsi yang salah tentang profesi “Perawat”itu sendiri. Persepsi keliru itu terjadi karena kesalan informasi yang mereka terima dan kenyataan di lapangan .

Menyesalkah mereka telah memilih Perawat sebagai profesi mereka??? Kalau pertanyaan itu ditanyakan kepada mereka maka dengan tersipu malu mereka akan memberikan jawab : “YA”saya menyesal……..

Mengapa??????

Tentu karena ada suatu kesenjangan antara harapan dan kenyataan awal yang mereka dapatkan, padahal itu semua terjadi karena misinterprestasi terhadap “Profesi perawat” yang akan mereka jalani.

Kondisi ini sangat berbanding terbalik dengan Negara-negara yang secara umum masyarakatnya sudah memahami benar dan tahu persis apa dan bagaimana serta kesempatan apa saja yang akan mereka dapatkan kalau menjadi “Perawat” seperti : Philipines, India, dsb.


Di Negara-negara tersebut bahkan seorang dokter spcialist, arsitek, pengacara, ahli komputer, mereka akan rela meninggalkan profesinya demi untuk jadi seorang perawat karena mereka yakin dengan menjadi perawat mereka akan dapat hidup dengan layak dan dapat bekerja di Negara manapun yang mereka inginkan.
Sekedar untuk berbagi informasi saya punya kawan Perawat yang berasal dari Philipines dan bekerja satu rumah sakit di Kuwait dia mantan seorang dokter specialis kebidanan di Phlipines dan yang bersangkutan rela meningggalkan profesinya dan Kuliah sebagai Perawat karena mereka menyadari benar dengan menjadi seorang Perawat yang bersangkutan dapat memiliki kesempatan untuk bekerja di Negara manapun dia inginkan. Dan itu hanya salah satu contoh, masih banyak cerita yang sama yang saya tidak bias utarakan satu persatu di tulisan saya ini.

Ada beberapa hal yang segera harus kita lakukan agar reputasi dan persepsi masyarakat terhadap perawat semakin positif antara lain :

1. Melakukan distribusi informasi kepada seluruh masyarakat
Sumber informasi seperti televisi, media massa, radio dan sarana sumber informasi lainya belum menjadi alat yang di optimalkan oleh seluruh Perawat Indonesia dalam semua sektor.

Masih sangat jarang kita temui Tulisan-tulisan tentang keperawatan masuk dalam Head line News Surat kabar nasional sebuah berita baik yang bersifat Berita, informasi dsb. Hal ini harusnya mulai disikapi dengan bijaksana terutama oleh para Ahli Keperawatan yang harusnya sudah mulai rajin menulis dan memberikan pembelajaran kepada masyarakat tentang profesi keperawatan dan peran sertanya. Bila semakin banyak para Pakar dan ahli keperawatan yang meluangkan waktu untuk membuat tulisan-tulisan dalam media seperti : Surat Kabar, internet, Televisi, radio, pasti ini akan sangat mendukung kampanye nasional penyebaran informasi positif tentang keperawatan sehingga pemahaman masayarakat tentang perawat dan keperawatan.

Kalangan intelektual keperawatan( seperti : Mahassiwa, dose, parktisi) juga harus mampu bersaing dan tidak terkesan “GAPTEK (gagap tekhnologi)” sehingga kita akan semakin bias berkiprah dalam segala aspek kehidupan bermasayarakat baik secara Politik, Ekonomi, Sosial ataupun dimensi kehidupan bermasayarakat lainnya.

Pepatah “Tak Kenal maka Tak Sayang” tentu masih sangat relevan dengan kondisi ini.

2. Memotivasi secara Psikologis kepada Mahasiswa Keperawatan
Ada pekerjaan rumah yang besar bagi para perawat yang bekerja di sektor pendidikan (sebagai dosen) bahwa kewajiban mereka bukan hanya menyampaikan materi sesuai capain kurikulum tapi juga memiliki tugas berat dalam rangak membangun keyakinan hidup dan optimisme profesi bagi calon Perawat bahwa mereka dapat hidup lebih mapan secara ekonomi bahkan di banding dengan profesi lain kalau mereka benar-benar menjadi perawat yang professional.

Perlu di tumbuhkan keyakinan pada seluruh mahasiswa di semua program keperawatan bahwa dengan menjadi seorang Perawat kita akan mampu menjelajah dan bekerja diseluruh dunia yang mungkin akan sangat sulit diperoleh oleh profesi lain seperti : Dokter, Arsitek, pengacara, dsb.

3. Menghentikan segala kegiatan Malpraktek
Seluruh Perawat harus secepatnya menyadari bahwa Cakupan dan kewenagan pekerjaan seorang Perawat sangat berbeda dengan dokter, sehingga tidak ada lagi Perawat yang melakukan Praktek Pelayanan Kedokteran. Dalam hal ini organisasi profesi seperti PPNI tentu harus memiliki kontribusi yang lebih konkrit dalam menciptakan aturan dan perundang-undangan dalam rangka menciptakan situasi yang kondusif. Hal ini sangat penting dalam rangka pembelajaran kepada masyarakat bahwa Perawat adalah profesi yang terpisah dan berbeda dari seorang dokter dan memiliki batasan kewenangan yang berbeda. Perawat juga bukan pembantu (asisten) dokter tapi Mitra dalam arti kesetaraan dalam segala aspek.

4. Menciptakan iklim Persaingan dan Penyampain Peluang Pekerjaan
Pearawat tidak seharusnya berkecil hati dengan takut tidak mendapatkan pekerjaan yang layak dan hanya menggantungkan bahwa kesempatan dan peluang kerja pada satu kesempatan (banyak perawat kita yang hanya berharap untuk bias jadi pegawai negero sipil).

Padahal kalau kita menyadari sebenarnya banyak sekali kesempatan dan tawaran kerja di luar negeri seperti :
a. USA
b. Canada
c. United Kingdom (Inggris)
d. Kuwait
e. Saudi Arabia
f. Australia
g. New Zaeland
h. Malaysia
i. Qatar
j. Oman
k. UEA
l. Jepang
m. German
n. Belanda
o. Swiss

Di Negara-negara tersebut gaji perawat bias 5-30 kali lipat gaji pegawai Negeri di Negara Indonesia, tentu tidak mudah untuk bias mencapai itu semuanya tapi bukan sesuatu yang sulit untuk dicapai kalu kita telah mempersiapkan sejak kita masih di bangku kuliah. Untuk bisa bekerja di negara-negara tersebut kita harus melalui beberapa test seperti : NCLEX-RN, IELTS, CGFNS (akan saya bahas dalam tulisan saya selanjutnya)

Apa persiapan-persiapan yang harus kita lakukan untuk dapat mencapai itu semuanya (akan saya bahas dalam tulisan saya berikutnya).

Ketika kwalitas SDM keperawatan sudah meningkat dan berada dalam standarisasi kualitas internasional (Cakap secara teori dan praktek) dan mampu berbahasa internasional seperti (English dan atau Arabic) maka bukan lagi Perawat yang akan mencari pekerjaan tapi Ruimah sakit yang akan mencari mereka. Saat itulah saatnya bicara “Selamat Tingga dan Good Bye” pada rumah sakit atau pemilik lapangan pekerjaan yang menggaji perawat dengan stnadar gaji yang rendah. Bila ditinjau dari hokum Ekonomi kalau kondisi itu sudah tercipta dengan sendirinya tidak akan ada Rumah sakita atau lapangan pekerjaan yang akan menggaji perawat dengan semau-maunya, tidak akan adalagi profesi yang memandang rendah perawat.

Bagaimana…? Masih meyesal menjadi Perawat…Jawabanya tentu sangat tergantung pada posisi mana anda sekarang, Tapi kalau pertanyaan itu di tanyakan kapada saya saya akan menjawab dengan lantang dan tegas : TIDAK, Saya sangat bangga dan bersyukur telah dilahirkan untuk menjadi seorang Perawat, Idealnya seluruh Perawat Indonesia juga akan memberikan jawaban yang sama.

Ada sebuah realita yang menarik yang mungkin akan bias membangkitkan semangat kita semua : bahwa seorang perawat akan bias memiliki keahlian apapun tanpa ada batas pengahalang dan bias berkecimpung dalam keahlian lain .

Perawat bias jadi ahli Komputer, Entrepreneur, Penulis, Politikus sekalipun tanpa hambatan apapun. Tapi coba kondisi ini di balik : bisakah ahli computer, penulis, politikus, Ekonom, melakuakn praktek keperawatan, Jeals tidak bias karena keahlian keperawatan harus dengan keahlian yang spesifik.

Bagaimana…Banggakah anda menjadi Perawat???

Sampai ketemu dalam Seri tulisan selanjutnya….moga bias membangkitkan semangat.



siswantoSiswanto’s Blog

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

21 thoughts on “Jadi Perawat?… Ogah..ah!!!!”

  1. Iya..aku setuju dengan apa mas Sis sampaikan.
    pasalnya banyak sekali perawat Indonesia yang hanya bercita2 sebagai PNS. Padahal itu bukan satu-satunya pilihan menuju sukses. Kita juga punya banyak pilihan sub bidang misalnya: perawat occuputional health, Ambulance nurse, Staff nurse, First Aider on Remote site, Rig Medic, Emergency Nurse, ICU Nurse, perawat Anestesi, Perawat haemodialisa,,,dll cakupan bidang profesi kita masih banyak sekali dari Promotif hingga Rehabilitatif.
    Tetapi memang kesemuanya itu akan lebih dihargai bila Job Descriptionnya dilaksanakan secara jelas dengan menjunjung tinggi nilai profesionalisme kerja, disiplin dan budaya kerja yang baik. Tentu saja hal itu pun harus ditunjang dengan gaji yang sesuai.
    Pasalnya di Indonesia ini pendapatan para pemulung sampah,pengamen (kuranglebih 600rb-1jt) dan itu termasuk keluarga miskin. Bagaimana dengan perawat yang saat ini di Indonesia tercinta ini masih mau digaji dengan upah 350rb,500rb,800rb,900rb,1jt… sedangkan kita tau sendiri bahwa perawat adalah tenaga profesional yang keterampilannya ditempa melalui pendidikan selama 3 tahun dengan biaya kuliah yang tidak sedikit (akademi perawat negri kurang lebih 50jt, akademi perawat swasta kurang lebih 100jt selama 3 tahun). Perawat dengan gaji segitu apa sudah dianggap layaaak?? apalagi dengan berbagai resiko tertular berbagai penyakit dikarenakan beberapa Klinik atau rumah sakit sedikit yang mempunyai alat pelindung diri (glove,masker,Boot,Google,Helm,Apron…dll)
    lalu dengan resiko yang besar,Biaya pendidikan perawat yang tidak sedikit, dan dengan tanggung jawab yang juga sangat besar (24 hour care and observe the patient) kita perawat cukup berdiam diri dengan digaji hanya 350rb-1jt???

  2. ako pengen masuk aknes.
    tapi masih bingung cari kampusnya.
    tolong dong kasih tau aku.
    kampusnya dmnaa ajja
    kalo bisa yang d’luar jogja ma yang d’dlam jogja.
    mkasih

  3. jujur saya sama sekali tidak menyesal berprofesi sebagai perawat, malah saya sangat bangga..
    Benar apa yang dikatakan mas sis, sangat banyak kesempatan kita untuk bekerja di luar negeri, tunjukan bahwa kita mampu bersaing dengan perawat dari negara-negara lain..
    Buat para perawat Indonesia, jangan pernah berhenti untuk belajar…

  4. Saya amat setuju dengan tulisan anda. Saya berharap banyak orang baca termasuk calon perawatsupaya terbuka wawasannya, perawat sendiri supaya termotivasi dan Pemerintah Indonesia supaya lebih menghargai perawat supaya tidak lari ke luar negri karen negara kita masih sangat membutuhkan perawat supaya rakyat kita lebih maju dan sehat. ok

  5. saya sangat setuju sekali dengan apa yg anda katakan. saya tunggu tulisan anda selanjutnya.

    HIDUP PERAWAT !!!!

    kita harus bisa menjujung tinggi martabat perawat!!!

  6. Memang kalau bicara sih mudah , tapi kenyataannya susah bung, saya punya pengalaman kerja di luar negeri,dikontrak 5 tahun memang gaji besar tapi kerjanya bukan di Rumah Sakit tapi merawat orang jompo di rumah.Mungkin mereka masih meragukan kwalitas pendidikan Perawat di negara kita ini. Makanya kita kita yang dikirim kesana itu hampir seluruhnya dipekerjakan untuk merawat para manula.
    Mending pulang kampung, hujan emas dinegeri orang
    tapi makan hati, lebih baik hujan batu dinegeri sendiri tetapi hati tenang.

  7. Peran perawat sangat penting didalam mendukung core bisnis terutama di sebuah RS, dalam jumlah yang dominan seharusnya profesi perawat memiliki hubungan yang kuat sehingga komunikasi dapat terjalin dengan baik. akan tetapi dibeberapa RS yang pernah saya kunjungi dan bahkan di tempat saya bekerja ada kecenderungan komunikasi menjadi main problem. Asuhan keperawatan yg tidak berjalan dengan baik sehingga mendukung terjadinya medical error merupakan bagian dari error of communication dari antar shift. pertanyaannya, apakah selama ini di pendidikan keperawatan sudah ada mata kuliah mengenai ilmu komunikasi??

  8. Jangan Hanya DUIT tp DO IT
    saya menghargai sekali profesi perawat sebagai mitra. dalam kesempatan kali ini saya mengajak rekan2 baik dokter maupun perawat ataupun tenaga profesi kesehatan lainnya untuk tidak menjadikan materi sebagai issu sentral. jikalau kita melihat tanggapan ataupun artikel dalam blog selalu yg dibahas atau yang ditanggapi masalah gaji, salary, pendapatan, dan insentif. financial adalah hak setiap pekerja akan tetapi profesionalisme bekerja disertai keikhlasan akan membawa benefit lebih diluar dugaan kita. so smoga kita tidak hanya berpikir tentang DUIT tapi dengan pengetahuan kita dan dengan senang hati kita DO IT do the best

  9. setiap orang memandang sesuatu dan merespon berdasarkan referensi yang ada di dalam memory masing2, termasuk di dalamnya harapan… so, bangga atau tidak, suka atau tidak, nyaman atau tidak menjadi perawat tergantung dari “start” awal masing2…di negeri seperti indo ini memang “relatif” menjadi perawat bukan merupakan kebanggaan..saya katakan relatif karena meski dibayar 50 ribu ( LIMA PULUH RIBU ) per bulan tetap saja bangga karena memandang ini tugas mulia..SAH-SAH SAJA, KAN…dia tidak berpikir atau belum berpikir masalah duit… so tentu beda dengan negara maju yang menghargai profesi perawat dengan imbalan yang tinggi… tapi saya yakin pengharagaan tinggi itu tidak semata-mata diberikan, melainkan profesi itu di negara bersangkutan memang telah menunjukkan prestasi yang memang patut dihargai..di negara yang profesional mereka menghargai sesuatu berdasarkan dari kompetensi (kelayakan atas keahlian) bukan ijazah semata, beda dengan negara kita yang mengagungkan ijazah pendidikan kesarjanaan meski isinya NOL…tidak heran perawat dari negara kita masih disangsikan, BUKAN SALAH MEREKA..kita pun tidak bisa hanya menuntut lewat omongan, yang lebih baik adalah buktikan bahwa kita, perawat, memang layak dihargai tinggi..tunjukkan prestasi kompetensi akademik, skill, attitude dan lain2 secara komprehensif, bukan sepotong2…akademik oke tapi skill amburadul ya sama juga bohong… akademik pinter, skill oke tapi angkuh, siapa yang mau berteman ??
    So ayo bangkitkan perawat negeri ini dengan prestasi, rejeki tinggal ngikuti…

  10. setelah saya membaca dan saya sangat tertarik untuk ikut bergabung …dimana kita bisa menambah ilmu pengetahuan selain dapat bersaing dengan pewat luar negeri…dan yang saya tanyakan kira2 berpa biayanya selama pelatihan ,,,kalau misalnya kita lulus dalam latihan tersebut apakah yayasan lansung mempromosikan ke luar negeri ??? balas ke emailnya saya aja ya thx egaparhis@yahoo.co.id

  11. mas is tolong infonya untuk kerja dikuwait saya berminat untuk pindah kerja dikuwait sekarang saya di saudi untuk menambah wawasan saya,,spesialty di ER,OR,,trim’s mas

  12. saya tidak pernah menyesal dgn pilhan saya yaitu sebgai PERAWAT, justru itu adalah peekerjaan yg mulia, krn bisa merawat pasien dlm keadaan sakit dan menyembuhkannya……..

    saya bangga mnjadi seorang PERAWAT>>>>
    hidup PPNI…….

  13. Tidak menyesal, tapi kurang sreg dengan apa yang ada di lapangan sekarang. Perawat seolah-olah harus bisa apa2, semua keluhan / protes / ketidak-puasan pasien perawat yg langsung menghadapi, bahkan mulai dari kebersihan, mslh obat2, sampai administrasi perawat juga sering harus ikut bertanggung jawab.

  14. SANGAT MENYESAL.
    melamar jadi sukwan di puskesmas yang gajinya Rp.100.000 saja sulitnya minta ampun.
    alasanya sih siple, ‘katanya saat ini TIDAK mengeluarkan lagi surat sukwan’.
    tp ajaibnya….kl didepan mata yang terhormatNYA kita perlihatkan duit minimal Rp. 3.000.000, langsung deuh surat sukwannya keluar.
    di negri ini lebih dihargai pembantu dari pada perawat.
    perawat kl mau kerja, hrus nyocok sAnA sINI….pembantu, gak perlu nyocok sana sini, buat transpornya z di ongkosin.
    gaji sukwan vs pembantu?????????

  15. SANGAT MENYESAL.
    pengen jadi sukwan puskesmas z ribetnya minta ampun. alasannya sih simple ‘sekarang tidak lagi mengeluarkan surat sukwan’.
    tp ajaibnya, kl kita liatin minimal Rp. 3000,000 alasan td jadi gak ada lagi.
    di negri Indonesia tercinta ini, lebih dihargai seorang pembantu dari pada perawat.
    perawat pengen jd sukwan z harus nyocok sana sini,,,,, pembantu ga perlu, ongkos transpornya z di tanggung.
    gaji perawat sukwan vs pembantu????????

  16. SANGAT MENYESAL.
    pengen jadi sukwan puskesmas z yg gajinya Rp. 100,000 ribetnya minta ampun. alasannya sih simple ‘sekarang tidak lagi mengeluarkan surat sukwan’.
    tp ajaibnya, kl kita liatin minimal Rp. 3000,000 alasan td jadi gak ada lagi.
    di negri Indonesia tercinta ini, lebih dihargai seorang pembantu dari pada perawat.
    perawat pengen jd sukwan z harus nyocok sana sini,,,,, pembantu ga perlu, ongkos transpornya z di tanggung.
    gaji perawat sukwan vs pembantu????????

  17. Jadi perawat , bidan dan dokter itu adalah pekerjaan yang sangat mulia… mereka dengan ikhlas menolong orang.. harus kuat mental serta fisik.. mental disini tidak jarang mereka dibentak oleh keluarga pasien atau dokter jika melakukan sedikit kesalahan.. dan kuat fisik disini mereka bekerja shift pagi,siang dan malam harus stanby menjaga dan memonitor kondisi pasien…

    Semoga pekerjaan kalian menjadi ibadah dan dapat menambah pahala kalian wahai perawat, dokter dan bidan… aminnnn

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Never miss any important news. Subscribe to our newsletter.

Recent News

× How can I help you?